
: sajadah Cinta biru
biru tanda Cintaku
pujaan hatiku meniti hari
mendekap syahdu kerelung hati
tembang riang cinta sejati dua sejoli,
di bawah Ridho kalam Ilahi
satu untukmu wahai kekasih hati
sajadah Cinta biruku menanti
ijinkan kelak aku menjadi Imammu
kutunggu engkau di belakangku
jangan gundah tak pula resah
bila dikehendaki olehNya
kau dan aku menyatu
kerna biruku
untukmu
: sajadah Cinta menunggu
harum mewangi
memenuhi rongga di dada
menunggu kekasih jiwa datang
bertandang
berdua menyusuri Jalan Illahi
tak sunyi panjang
tak jua menggigil di sudut gelap kamar
tak pula mengelam
bayang ranjang pinangan menanti.
senyum terbayang
bulirbulir do'a terpancar
sajadah biru Cinta ku gelar
: malam tak bernama
bulirbulir air mata keikhlasan
mengalir tanpa diminta,
damai sukma
menelanjangi jiwa,
hening
dalam
bening
menemaram
menyerupa telaga
denting
:Sunyi
selaksa makna menyergap degap dada
bukan sakit bukan pula nestapa
kesederhanaan mengajarkan,
pada lapang Jiwa
Cintaku demikian kerna ada ..
biru berpendar
bermuara
: pada-Nya
: generasi pagi
seperti matinya pohon tua di hutan rimba
ulah manusia, bisa juga usia renta
tumbang kerna badai atau penyakit,
bisa seringnya tak kelola hati di jiwa
sekuat apapun, masa menjadikannya cerita nanti
begitu pula cerita manusia yang melupa diri
tak menyadari tunas baru akan tumbuh berganti
memberi arti pada dunia ini, dengan semangat yang baru kembali
menggantikan yang tua, telah rapuh melepuh menjadi tanah hujam bumi atau ? menjadi kayu bakar berubah abu arang tertiup angin, meninggalkan jejak hitam putih dalam hidupnya. sebelum ajal menjelang datang.. indahnya bila manfaatnya pada sesama. indahnya melindungi tunas muda tumbuh dibawahnya. indahnya akarnya menjulurkan tali kasih hilang serakah, di bagi pada Generasi pagi..
: resah
siang,
gerahku datang
di bentang hari bulan april
terasa, angin hilang dari peredaran
awan putih tak nyaman di pandang
lidah matahari membakar jiwa-jiwa penuh dosa dunia
terlihat wajah-wajah pada jalan di sepenggal hari
terpasung pada rutinitas yang lupa diri
tungkai kakiku terasa lemas melihat kenyataan ini
mengingat sedimen nista yang semakin tak terkendali
mengejar matahari, pagi hingga senja yang belum pasti
Tuhan, beri ruang untuk kembali